BEBERES: Salah seorang pekerja saat menurunkan pengeras suara yang terpasang di sirkuit Mandalika, Kecamatan Pujut, Loteng, Senin (21/3). (Dedi/Lombok Post)
LIPUTANNTB.ID - PRAYA-Mandalika Grand Prix Association (MGPA) mulai menghitung jumlah tiket yang terjual selama MotoGP. Itu sebagai dasar mereka menyetor pajak hiburan ke Pemkab Lombok Tengah.
“Karena penjualan tiket tidak saja dari MGPA. Tapi dikelola juga oleh pihak ketiga,” kata Direktur Utama MGPA Priandhi Satria pada Lombok Post, Selasa (22/3).
Dikatakan, baik yang dijual secara manual, maupun secara online. Untuk mengetahuinya, maka semua data tiket dikumpulkan menjadi satu. Setelah itu, direkap berapa yang terjual, berapa yang tersisa, berapa yang diberikan diskon dan berapa yang gratis.
Itu karena, tiket harus diberikan secara cuma-cuma pada pejabat pemerintah pusat, pejabat Pemerintah Provinsi NTB, pejabat Pemkab Loteng dan tamu-tamu khusus.
Sehingga, jumlah ril tiket yang terjual itulah yang akan dijadikan dasar MGPA maupun ITDC menyetor pajak. Penyelenggara MotoGP memastikan tidak akan menutup-nutupi. Apalagi, pemkab bisa memonitor langsung secara online. Jika dirasa masih meragukan, maka pemkab bisa melakukan uji petik, atau audit.
“Yang terpenting sekarang, kita bersyukur MotoGP berjalan sukses. Di event pertama ini, kita banyak belajar,” papar pria berambut uban tersebut.
Lebih lanjut, pihaknya menambahkan dari event dunia itu juga roda ekonomi masyarakat lingkar sirkuit Mandalika di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika berputar. Semua penginapan penuh, rumah-rumah makan diserbu dan masih banyak lagi multiplier effect lainnya. “Kita berharap MotoGP tahun depan lebih baik lagi,” kata Priandhi.
Sementara itu, Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Loteng Alfian Muntaha menerangkan, penarikan pajak hiburan mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Nilainya sebesar 30 persen. Hanya saja, ITDC meminta keringanan. Sehingga disepakati 15 persen.
“Prinsipnya, kami dalam posisi menunggu. Kalau melewati batas waktu, maka tim dari bappeda yang turun,” tegas mantan Kabid Retribusi dan Penerimaan Yang Sah Bapenda Loteng tersebut.
Untuk itu, pihaknya belum berani berspekulasi berapa nilai pendapatan asli daerah (PAD) dari khusus pajak hiburan saja. “Ke depan soal pajak hiburan ini harus dievaluasi,” kata Anggota Komisi I DPRD Loteng H Ikhwan Sutrisno, yang ditemui secara terpisah.
Dia menekankan, kalau sudah aturannya 30 persen, maka tidak bisa ditawar-tawar lagi. MGPA dan ITDC harus tuntuk dan patuh, dan tidak boleh keberatan. Terlebih hasil dari pajak tersebut kembali lagi ke masyarakat itu sendiri. “Bukan ke pemerintah, apalagi dewan,” ujarnya. source : lombokpost.jawapos