Joni rawan, S.Pd., M.Si
Joni rawan, S.Pd., M.Si
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Ibadah Ramadhan di Suasana Pandemi Corona

Ramadan tahun ini terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bulan puasa yang kali ini mulai 24 April hingga 23 Mei 2020 mendatang terasa lebih sendu dan tak semeriah biasanya. Kondisi ini tak lepas dari Pandemi Corona COVID-19 yang melanda dunia.

Ilustrasi, sumber gambar net.
Pemangku kebijakan negara-negara yang terdampak mengambil langkah antisipatif penyebaran virus dengan menerapkan pola hidup baru : *pembatasan interaksi sosial* yang diwujudkan dengan beraktivitas dari rumah, menggunakan masker, karantina mandiri bagi individu dengan kondisi dan status kesehatan tertentu, hingga karantina wilayah.

Hal itu tentunya juga berdampak terhadap tradisi dan kebiasaan di bulan Ramadan. Jika biasanya umat muslim menjalankan ibadah puasa dengan berbuka puasa bersama atau sholat tarawih berjama'ah di masjid, kali ini terpaksa dilakukan hanya bersama anggota keluarga inti, di rumah masing-masing.

Adalah hal yang wajar apabila muncul rasa khawatir dipicu oleh kondisi yang tak pasti seperti yang tengah dihadapi oleh sebagian besar warga dunia saat ini. Ada anggapan, puasa melemahkan imunitas tubuh dan berpengaruh pada risiko terjangkit COVID-19. Benarkah demikian?

Spesialis penyakit dalam pakar imunologi Prof. Dr. Iris Rengganis menjelaskan, puasa Ramadan aman dilakukan di tengah pandemi COVID-19 dan individu yang menjalannya bisa tetap sehat apabila mematuhi aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan tetap beraktvitas di rumah (stay at home).

"Perbanyak minum air dan tidur cukup (tidak berlebihan). Boleh juga dapat tidur lebih awal (sehingga bangun sahur segar), dan konsumsi makanan yang sehat," Iris menerangkan.

"Asupan gizi sama saja, karena anjuran dietnya kan *gizi seimbang*. Jadi kalau sebelum pandemi sudah makan gizi seimbang, pada saat pandemi juga makan gizi seimbang. Perubahan asupan gizi hanya terjadi kalau tubuh kita mendapatkan pemicu dari luar. Pemicu dari luar dapat berupa infeksi, luka, baik infeksi COVID-19 maupun penyakit lainnya. Kalau tubuh kita sehat, tidak ada infeksi, tidak ada luka, maka kebutuhan kita sama saja. Gak perlu ada perbedaan.”

“Karena begitu kita terserang infeksi, kebutuhan kita akan gizi makanan lebih banyak. Makan yang seimbang, pastikan untuk memperhatikan cairan pada saat berbuka dan sahur. Multivitamin tambahan hanya diperlukan ketika kita tahu bahwa kita butuh. Berikan pada orang lain yang sedang sakit atau pada dokter yang lebih membutuhkan,” lanjutnya.

Bagi Orang Dalam Pengawasan (ODP), boleh berpuasa selama tidak ada gejala dan tidak memiliki kebutuham untuk meminum obat secara rutin. Sedangkan bagi *Pasien Dalam pengawasan (PDP) dianjurkan untuk tidak berpuasa* dulu mengingat asupan obat harus dikonsumsi secara rutin.

"Lebih baik di rumah dulu, jangan ke mana-mana, sholat Tarawih juga bisa di rumah. Kalau kita tetap bepergian keluar kan ada risiko penularan. Misalnya, ketemu tetangga atau orang lain, kita enggak tahu mereka membawa Virus Corona atau tidak,"

"Rasullah Shallallahu Alaihi Wassalam di dalam hadis sahih meriwayatkan, *Rasulullah sholat tarawih lebih banyak di rumah, karena takut kalau dianggap wajib. Sholat tarawih berjama'ah di masjid menjadi tradisi sejak khalifah Umar bin Khattab.*

"Ini adalah hikmah di balik peristiwa. Mungkin selama ini kita terbiasa melaksanakan sholat tarawih di masjid, dan berbuka puasa bersama teman-teman di kantor. Sekarang, kita mengerjakan di rumah bersama keluarga," ujar Asrorun Niam.

Menjaga imunitas tubuh tetap baik di tengah pandemi COVID-19 penting dilakukan. *Praktik puasa selama Ramadan dipercaya bisa meningkatkan imunitas tubuh.* Kondisi yang mengharuskan masing-masing orang beraktivitas di rumah saja memungkinkan umat muslim untuk *memperbanyak ibadah sholat dan zikir bersama-sama guna melahirkan ketenangan.*

"Ibnu Sina menegaskan bahwa ketenangan yang dimiliki oleh seseorang akan melahirkan imunitas," ujar Asrorun. "Dan sebaliknya, kepanikan akan melahirkan penyakit. Akan tetapi, penyakit ini akhirnya mengirimkan kita untuk lebih dekat sama Allah, karena doa-doa yang kita panjantkan," Asrorun menambahkan.

Dengan adanya pembatasan sosial maka semua keluarga mempunyai cukup waktu untuk memperbaiki kualitas interaksi antar anggota keluarga. Hubungan suami istri menjadi lebih terbuka seperti suami punya kesempatan meringankan kesibukan ibu rumah tangga. Istri juga bisa memahami pekerjaan suami ketika harus 'work from home'.

Demikian juga hubungan orangtua dengan anak anak yang harus belajar di rumah. Ayah dan Bunda lebih banyak terlibat dalam proses belajar anak. Ada banyak pelajaran karakter dan fokasi yang bisa dikerjakan anak anak yang dipandu oleh orangtua.

Dengan ibadah di rumah maka ada banyak kesempatan untuk belajar agama, membaca Al-Qur'an dan sholat berjama'ah. Ayah dan anak laki laki bisa belajar menjadi imam, dengan demikian harus lebih banyak menghafal Al-Qur'an. Yang paling indah adalah setiap hari makan sahur dan berbuka puasa selalu bersama keluarga.

Oleh dr. H Minanurrahman

Berbagi

Posting Komentar