Alasannya menimbulkan kesan perpecahan dan berbiaya mahal.
Untuk
menentukan tanggal 1 Ramadan dan 1 Syawal atau waktunya menjalankan
ibadah puasa, pemerintah selalu melakukan sidang isbat. Seringkali
sidang isbat melalui perdebatan panjang, sehingga beberapa ormas dan
tarekat menjalankan ibadah berbeda, meski pemerintah telah menetapkan.
Suasana sidang Isbat penentuan awal Ramadandi Kementerian Agama/Ilustrasi. (Danar Dono/ VIVA.co.id) |
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini menambahkan alasan kedua, sidang isbat sering mempertontonkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemimpin umat saat menghadapi bulan suci Ramadan. "Perbedaan pendapat ini oleh awam (ummat dan masyarakat), sering diartikan sebagai tidak adanya kekompakan, bahkan kesan perpecahan ulama dan ormas jelang bulan suci Ramadan," ujarnya.
Alasan ketiga, selain kesan perpecahan, perbedaan penetapan oleh isbat beberapa hari sebelum tiba bulan puasa, sering memperkuat dan mempertegas kebingungan di kalangan awam atas perbedaan tersebut.
Keempat, proses sidang isbat dari mulai kegiatan pengamatan di lapangan, di beberapa titik jauh sebelum sidang isbat, sampai kegiatan sidangnya memerlukan biaya yang cukup besar. "Lebih manfaat jika dana itu diserahkan kepada MUI dan ormas Islam untuk pembinaan umat selama Ramadan," ucapnya.
Kelima, sebelum sidang isbat, ormas Islam dan tarekat biasanya sudah menetapkan dan menyosialisasikan ketetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal kepada jemaah masing masing. Dan hal itu dipegang dengan kuat sebagai pedoman berpuasa umat.
Alasan keenam, ormas Islam mempunyai otonomi dalam isbat dan menentukan jatuhnya 1 Ramadan dan 1 Syawal tanpa ada perasaan sungkan. "Pengumuman penegasan penanggalan 1 Ramadan dan 1 Syawal ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan kalender hijriyah permanen yang sudah disusun dan ditetapkan sebelumnya," papar Sodik. (one) sumber : VIVA.co.id Rabu, 24 Mei 2017 | 19:12 WIB Oleh : Endah Lismartini, Eka Permadi